Chasing the Blue Flames oleh Saufina: Bagaimana Jika Kembali ke Masa Lalu, Apakah Takdir Bisa Diubah?

Sebuah Ulasan Buku

Octavio Reyhan
3 min readMay 24, 2024
Chasing The Blue Flames (Saufina)

Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Bahasa Indonesia | Agustus 2022 | 304 hlm.

blurb:

Kembali ke masa lalu tetap tidak akan bisa merubah takdir yang akan kita jalani di masa depan.

Sinopsis (Octa’s Version):

Buku ini mengisahkan seorang perempuan berusia seperempat abad yang diputusi sepihak oleh mantan kekasihnya. Ia akan melakukan apapun demi melupakan sang kekasih bersama dengan semua kenangannya. Ia memutuskan untuk mendaki Kawah Ijen bersama dengan open trip, Arga Travel. Namun saat di Kawah Ijen, ia mengalami kecelakaan, yakni terpeleset dan terjatuh di batu besar. Oleh karena itu, ia mengalami koma selama 19 hari. Ketika mengalami koma, di bawah alam sadarnya ia time travel ke masa dimana masih berusia 19 tahun dan sedang berkuliah semester 3. Ia bertemu dengan teman-teman semasa kuliah yang sudah lost contact, serta mantan kekasihnya saat tergabung di Badan Eksekutif Mahasiswa. Ia berusaha untuk mengubah takdir di masa lalu, seperti meminimalisir interaksi dengan mantannya agar mereka tidak berpacaran. Namun takdir tetaplah tidak bisa diubah, hal tersebut pasti memang seharusnya terjadi dan sudah tertulis di lini garis kehidupan.

Ulasan (dan cuitan lainnya):

Setelah sekian lama memilih buku di Gramedia Digital, secara tidak sengaja aku memilih buku ini secara random karena judulnya menarik. Ekspektasiku, aku bakal baca buku yang bertema romance, slice of life, dan bacaan ringan. Ternyata…

  • Buku ini bergenre romance dan menurutku sedikit science fiction

Saat membaca buku ini, alih-alih merasa bosan, aku justru merasa penasaran, kayak, apa, sih, yang bakal terjadi sama mereka? Apa yang sebenarnya mereka mau? Perasaan si A, si B, si C, kayak gimana sih? Selain itu, buku ini juga menghadirkan genre yang unik, yakni sedikit bergenre science fiction.

Menurut resensi dan beberapa sumber yang kucari di Google, Blue Flames Kawah Ijen memang dikaitkan dengan spiritual awakening. Hal ini merupakan kepercayaan beberapa orang bahwa adanya kebangkitan spiritual dan transformasi hidup. Blue Flames diidentikan dengan energi yang mengalir. Setelah sebelumnya stagnan dan mempertanyakan berbagai hal di kepalanya, akhirnya ia mendapatkan jawaban dengan cara spiritual awakening di alam bawah sadarnya.

  • Ceritanya menarik (dan aku suka)!

Mungkin bagi sebagian pembaca, cerita bergenre romance adalah cerita yang terkesan datar dan bahkan membosankan. Akan tetapi, menurutku buku ini menarik!

Dari awal, buku ini sudah memuat konflik Lulu dengan mantan kekasihnya, Damar. Ada kesedihan yang terjadi setelah ia putus setelah 5 tahun bersama, tetapi ia berusaha untuk move on dengan cara melakukan pendakian ke Kawah Ijen. Saat time travel ke masa lalu, ia berusaha untuk mengubah takdirnya dalam hal perkuliahan ataupun percintaannya. Setelah berbagai cara yang dilakukan, tetap saja ia kembali ke takdirnya sendiri, yakni sesuai dengan masa depannya. Selama 3 bulan ia diberi kesempatan untuk mengulang masa kuliah, ternyata menurutnya anggapan di kepalanya “Coba aja gue kembali ke masa lalu, pasti gabakal begini, begitu”, ternyata tidak semenarik itu. Menurutnya, banyak hal yang tidak ingin ia ulang, seperti saat masa-masa berjuang agar tidak mengulang kelas oleh dosen killer dan bukan hanya senang-senang saja.

Konflik pun terus hadir seiring berjalannya waktu di masa lalu. Pertemuan dengan mantan gebetannya saat ia aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa, pertemuan dengan teman akrabnya yang dulu tiba-tiba hilang kontak dan tidak pernah meng-update apapun lagi di sosial medianya. Semua itu terasa mengharukan untuk diulang. Mungkin ada yang merasa kalau buku ini terasa membosankan karena dari awal sampai akhir selalu ada konflik? Entahlah.

Selesai membaca buku ini, aku sempat bengong sebentar, lalu membuka-buka lagi halaman yang perlu aku cermati. Banyak hal yang bisa diambil setelah membaca buku ini, seperti caranya move on setelah putus dengan mantan, dan lain sebagainya. Overall, aku sangat puas dengan keseluruhan jalan ceritanya, maupun pengembangan karakter dari awal hingga akhir cerita. Menurutku buku ini pantas untuk mendapatkan rating 4,5 out of 5.

“Takdir nggak cuma tentang bersukacita atas pertemuan, tetapi menerima bahwa perpisahan merupakan kepastian yang nggak bisa manusia ubah.” (210–211)

--

--